Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang
tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak dan
konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan Bahan
Tambahan Makanan (BTM) atau yang sekarang lebih dikenal dengan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) (Widyaningsih & Murtini, 2006).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan
adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya
simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan adalah
Antioksidan, Antikempal, Pengatur keasaman, Pemanis Buatan, Pemanis Buatan,
Pengemulsi, pemantap, dan pengental, Pengawet, Pengeras, Pewarna, Penyedap Rasa
dan Aroma, Penguat Rasa, Sekuesteran (Cahyadi, 2006).
Pengawet
adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme (Menteri Kesehatan, 1988). Bahan pegawet umumnya digunakan untuk
mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak, karena bahan ini dapat
menghambat atau memperlambat proses degradasi (Cahyadi, 2006). Bahan pengawet
digunakan untuk mengawetkan pangan dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpan atau memperbaiki tekstur (Himpunan Alumni Fateta, 2005). Tidak menjadi
masalah, jika makanan tersebut menggunakan pengawet yang tepat (menggunakan
pengawet makanan yang dinyatakan aman), Tetapi pada kenyataannya banyak
ditemukan bahan pengawet yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168 Tahun 1999 antara lain Asam boraks,
formalin, Asam salisilat dan garamnya, Kalium klorat, Kloramfenikol,
Dietilkarbonat, dan kalium Bromat (Menteri Kesehatan RI, 1999). Bahan pengawet
alami antara lain adalah garam, gula, lidah buaya, cuka, rosemary extract, bawang
putih.
1.
PENGAWET ALAMI GARAM
Sejak zaman kuno, garam
telah digunakan sebagai pengawet makanan alami, untuk meningkatkan umur simpan
ikan serta berbagai jenis produk daging. Proses pengasinan melibatkan
penambahan garam dalam bahan makanan, untuk mengeringkan mikroba melalui
osmosis, garam, sehingga menambahkan, Menghambat pertumbuhan bakteri (biasanya
Clostridium botulinum) dan dengan demikian, mencegah pembusukan makanan. Selain
memberikan sebuah perisai dari mikroba, garam juga melindungi makanan dari ragi
dan jamur. Telah diamati bahwa daging disembuhkan bertahan lebih lama daripada
yang segar.
Garam Dapur Garam dapur adalah senyawa kimia Natrium
chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan
bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain
meningkatkan cita rasa garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur
adalah higroskopis atau menyerap air, sehingga adanya garam akan menyebabkan
sel-sel mikroorganisme mati karena dehidrasi.Garam dapur juga dapat
menghambat dan menghentikan reaksi
autolisis yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan. Penggunaan
garam sebagai pengawet biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti
yang dilakukan pada proses pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran
dan buah. Cara penggunaanya sangat
sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan.
Garam mengandung beberapa zat kimia
seperti: unsur sodium dan natrium. Unsur sodium penting untuk mengatur
keseimbangan cairan di dalam tubuh, selain bertugas dalam transmisi saraf dan
kerja otot. Sedangkan natrium dibutuhkan tubuh dalam proses pertukaran zat
makanan - lama dengan yang baru CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr.
Kelebihan garam :
· Garam
bersifat higroskopis atau mudah menyerap air sehingga menghambat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir.
·
Produk pangan hasil pengawetan
dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa minggu hingga bulan
dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama beberapa jam atau
hari pada kondisi lingkungan luar.
Kekurangan garam :
·
Dapat
mempengaruhi kualitas rasa, jika digunakan secara berlebihan.
· Produk
pangan hasil pengawetan dengan garam tidak dapat bertahan selama beberapa tahun.
Garam tidak bisa dikonsumsi secara
sembarangan. Apabila kelebihan dalam mengkonsumsi garam, dapat
mengakibatkan butir darah merah dalam tubuh akan mengembang dan merobek
pembuluh darah. Inilah yang disebut dengan penyakit tekanan darah tinggi atau Hipertensi. Dan
jika tubuh kekurangan dalam mengkonsumsi garam, dapat mengakibatkan butir darah
akan mengempis. Hal ini dikarenakan Natrium (garam) beredar ke seluruh tubuh
mengikuti aliran darah dengan menumpang pada butir-butir darah. Padahal,
butir-butir darah merah ini hanya menerima pasokan Natrium yang tidak lebih
dari kadar tampungnya.
Jadi , sebaiknya dalam mengawetkan
makanan kita menggunakan garam yang juga memiliki manfaat bagi kesehatan kita.
Misalnya, mencegah penyakit gondok. Tapi disamping itu juga penggunaan garam
harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jadi, jangan takut dalam mengkonsumsi
garam. Ini sesuai dengan pendapat Dr. Lewis K
Dahl,seorang peneliti dari New York mengingatkan, setiap orang
hanya memerlukan sekitar 2 gr atau ½ sendok teh garam setiap hari.
2. BAHAN PENGAWET
BERBAHAYA FORMALIN
Formalin
merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu normal
dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan
sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah
larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Larutan formalin pada pendingin
membentuk kristal trimer siklik sebagai trioksimetilen (1,3,5-trioxan) yang
larut dalam air (Schunack, Mayer & Haake, 1990). Penyimpanan dilakukan pada
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 200C
(Ditjen POM, 1979). LD50 untuk formalin secara oral pada tikus adalah 0,80g/kg
(Windholz et al, 1983).
Penggunaan formalin :
Pembunuh kuman,
sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian;
Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain; Bahan pada pembuatan sutra buatan,
zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak; Dalam dunia fotografi biasanya
digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas; Bahan untuk pembuatan
produk parfum; Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; Bahan untuk
insulasi busa; Pencegah korosi untuk sumur minyak dan Bahan perekat untuk
produk kayu lapis (plywood).
Bahaya formalin pada
kesehatan :
Dalam jangka pendek (akut), bila tertelan formalin
maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menekan, mual, muntah
dan diare, dapat terjadi pendarahan, sakit perut hebat, sakit kepala, hipotensi,
(tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Disamping itu formalin
juga menyebabkan kerusakan jantung, hati, otak, limpa, pankreas, sistem saraf
pusat dan ginjal. Jangka panjang (kronik), mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung formalin, efek sampingnya tampak setelah jangka panjang, karena
terjadi akumulasi formalin dalam tubuh. Timbul iritasi pada saluran pernafasan,
muntah, sakit kepala, rasa terbakar pada tenggorokan, dan rasa gatal di dada.
Pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga
bersifat karsinogen (menyebabkan kanker).
Tanda dan gejala keracunan formalin
:
Menyebabkan rasa terbakar pada mulut, saluran pernafasan dn perut, sulit
menelan, diare, sakit perut, hipertensi, kejang dan koma. Kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan gangguan ginjal.
Berdasarkan temuan patologis, formaldehid merusak jaringan dan menyusutkan
selaput lendir, juga merusak hati, ginjal, jantung dan otak.
Sumber
: